Berita heboh di tahun 2012 di Jepang tingkat bunuh diri telah mencapai 76 orang per hari. Mengapa demikian mudahnya orang Jepang bunuh diri?
Bekerja keras hanya cukup untuk makan saja. Tak dapat kaya. Lebih baik tak bekerja saja. Tapi jika tak bekerja akan malu. Budaya malu, dan motivasi yang turun drastis menjadi pemicu bunuh diri.
Bukan itu saja, saya pernah bekerja di perusahaan Jepang. Sebagian besar orang asing Jepangnya terkenal dengan kerja keras, bahkan bekerja hingga malam. Waktu untuk istri dan anak hanya pada malam hari. Sebagian dari mereka tak mau dikatakan sebagai orang yang malas jika mereka cepat pulang.
Dampaknya akan terlihat para istri ikut stres, anak-anak tak kenal dengan ayahnya. Seolah-olah hidup harus kerja keras dan kerja berat. Tak ada keseimbangan dalam hidupnya.
“Kawula mung saderma, mobah-mosik kersaning Hyang sukmo”, bukan slogan semata. Tapi filosofi yang hidup di daerah Jawa. Orang Jawa terkenal dengan sikap/sifat “nrimo”.
Sebagai orang Jawa, sebagian besar hidupku dari kecil hingga SMA berada di Jawa, mengenal lengket budaya dan filosofi ini. Setelah kuliah saya berada di Jakarta, bergaul, berinteraksi dengan beragam suku, etnis dan budaya.
Suatu hari, saya melawat ke rumah teman saya yang sakit. Teman sekolah yang sudah lama tak saya jumpai. Ternyata dia menderita sakit kanker stadium 4. Kondisi phisiknya telah lemah . Setelah berulang kali mendapatkan kemotherapy.
Melawat orang yang sakit, terlebih teman akrab, rasanya saya tak bisa tak bertanya kepada keluarganya. “Apa saja yang telah diusahakan untuk pengobatan Winda (nama samaran)?” “Kami telah berusaha sekuat tenaga untuk menemukan dokter kanker yang handal, obat-obatan yang paling terbaru untuk kanker. Semua usaha telah dilakukan. Tetapi kami hanya bisa berdoa dan berserah, hanya Tuhan yang berkarya dalam penyembuhan”.
Tersentuh diriku dengan pernyataan keluarganya. Filosofi Jawa yang kukenal ini telah diaplikasikan di keluarga Winda. Tak mungkin kita menuntut kepada Yang Mahakuasa untuk bisa menyembuhkan. Tak mungkin kita bunuh diri karena ketidak adilan atas usaha sudah dilakukan dan belum juga membuahkan hasil.
Bukan hanya kepada orang lain saya menemukan filosofi Jawa di atas, tapi kepada anak saya pun saya selalu terapkan.Ketika interview untuk magang atau disebut “internship” telah selesai dilakukan di kampus maupun perusahaan A. Ternyata berminggu-minggu tak ada jawaban pasti baik dari pihak sekolah maupun perusahaan. Kepastian sangat ditunggu karena menentukan pelajaran mata kuliah yang harus diambil untuk bulan Agustus. Galau setengah mati, bahkan dia mengatakan “waiting is painful”. Hanya sebuah kalimat yang saya katakan “Kawula mung saderma, mobah-mosk kersaning Hayang Sukmo”.
Pada saat interview, anak saya telah belajar teori dan praktek dengan sangat komprehensif. Namun, apa pun yang telah diusahakan itu hasilnya hanya dapat dipasrahkan kepada Yang Maha Esa. Segala sesuatu ada faktor X yang diluar kemampuannya dan kewenangannya tak mungkin dilakukannya sendiri .
Pilihannya adalah menerima apa yang telah terjadi atau frustrasi. Pilihan terbaik adalah menerima walaupun sakit dan galau.
Filosofi "Kawula Mung Saderma, Mobah-Mosik Kersaning Hyang Sukmo" ini berlaku terus sampai sekarang, tak lekang dimakan zaman. Oleh karena itu anak muda generasi sekarang jangan sampai meninggalkan budaya, bahasa daerah yang sangat penuh makna bagi kehidupan kita.
Begitu
kayanya Indonesia memiliki bahasa daerah. Menurut penuturnya ada 10 yang terbanyak
digunakan yaitu Jawa,Melayu,Sunda,Madura,Batak,Minangkabau,Bugis, Aceh,Bali,Banjar. Di Jawa terdapat 12 rumpun bahasa daerah,
Nusa tenggara 78, Sulawesi 5. Jika semuanya hilang, kita akan miskin
dengan bahasa daerah.
Generasi muda, harus membangkitkan semangat untuk mencintai
bahasa daerah. Sederhananya, gunakan
bahasa daerah kepada nenek, kakek atau teman/kerabat yang memang masih dapat
berkomunikasi bahasa daerah. Pertahankan
dan lestarikan bahasa daerah. Bahkan
jika sudah mampu untuk berkomunikasi dengan lancar, dapat memberikan pelajaran
kepada teman/adik atau komunitasnya.
Dengan demikian,gerakan cinta akan bahasa daerah mampu mempertahankan dari kepunahannya. Jangan sampai di luar Indonesia justru bahasa
daerah dikembangkan sehingga kita sendiri tak mengenal lagi budaya, bahasa,
bahkan sejarah dari begitu banyaknya
bahasa daerah.
Sumber referensi:
10 Bahasa Daerah dengan Penutur Terbanyak di Indonesia
http://blog.anashir.com/2012/11/bahasa-daerah-dengan-penutur-terbanyak.html#ixzz3Ep8E8JOn
- Daftar Bahasa Daerah di Indonesia :http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_bahasa_di_Indonesia
Memang benar, usaha yang terakhir yang harus kita lakukan adalah berserah diri pada Allah SWT.
BalasHapusiya, orang Jawa itu terkenal dg 'nrimo ing pandum'nya. bkn berarti tidak mau berusaha, tetap sekuat apapun yg kita lakukan, bila hasilnya tak sesuai dg impian, ya mau gimana lagi :)
BalasHapus@Uniek Kaswarganti: he..betul sekali....pasrah karena sudah usaha itu yang terbaik. Terima kasih sudah berkunjung di lapak saya.
BalasHapusbetul Bu, usaha dan terus berusaha setelahnya pasrahkan kepada Tuhan.
BalasHapusMantap Kata Motivasi
BalasHapusBetul bangdt
BalasHapus