MY PREGNANCY STORY : “NOT IDEAL AGE FOR PREGNANCY”

 Di usia menginjak 36 tahun, aku hamil, setahun setelah menikah. Banyak pertanyaan datang dari teman, saudara , apakah tepat jika aku hamil di umur atau usia yang penuh resiko besar. Aku tak dapat menjawabnya.  Setiap orang memiliki siklus  kehidupan yang berbeda. Mulai dari lahir, menikah dan meninggal dengan  cara dan waktu yang berbeda-beda.  Aku percaya semuanya diatur oleh Yang Mahakuasa. Kita sebagai ciptannya hanya berusaha dan percaya kepadaNya.

Jodohku baru datang pada usia 35 tahun. Setahun setelah menikah, aku dianugerahi kehamilan. Saat itu aku masih bekerja.  Berasal dari keluarga kecil dan keluarga suami di luar kota semua, aku tak banyak memiliki informasi.  Saat itu tak banyak informasi seperti saat ini, bagaimana cara merawat kehamilan dari media cetak maupun online. Cara yang sederhana yang dapat kulakukan adalah aku membeli sebanyak-banyaknya majalah,buku tentang kehamilan.  Makin banyak teori tentang kehamilan yang kubaca dan kuterapkan semaximal mungkin.

Awal mulanya sebelum kehamilan, aku harus melakukan  test  TORCH, mendeteksi antigen dan antibodi di tubuhku terhadap penyakit toksoplasma,ruberlla, cytomegalovirus,herpes simpleks tipe 1 dan tipe 2.  Apabila ditemukan virus dalam tubuh,  maka virus itu dapat dengan mudah menembus placenta dan menyebabkan kelainan pada janin .  Aku sangat khawatir karena meskipun aku tak suka memelihara binatang seperti kucing, burung, tetapi aku belum dapat memastikan apakah aku terinfeksi keempat penyakit itu sebelum aku melakukan  test TORCH.  Untunglah hasil test dinyatakan negatif.

Secara teoritis, aku mengerti bahwa  nutrisi yang harus dimakan selama kehamilan sangat penting bagi pertumbuhan janin.  Untuk nutrisi yang baik, makanan yang diasup harus bervariasi dan mengandung gizi bagi janin. Namun, sebagai seorang ibu bekerja, tak punya pembantu yang memasak untuk dibawa ke kantor. Keinginan untuk memasak sendiri hanya tinggal angan-angan karena setelah pulang kantor , di rumah telah cukup malam. Aku merasa capai untuk masak dua kali. Cukup untuk malam hari saja.  Dengan alasan yang praktis, aku akan cari  makanan bergizi di foodcourt.   Nyatanya, makanan di foodcourt tidak ada makanan bergizi dan bervariasi, hanya satu macam dan sayurnya sering sudah kering tak fresh lagi.  Beruntung jika aku pergi bersama dengan nasabah, aku memilih restoran dengan menu yang banyak mengandung ikan omega dan sayur fresh.

Hampir setiap bulan, aku harus kontrol  ke dokter genokolog.  Pada kehamilan ke empat, dokter dengan sangat berhati-hati menyatakan bahwa ada mioma uteri dalam kandunganku.  Aku segera bertanya:  “Apa  konsekuensi dari mioma untuk kehamilanku?” tanyaku.    Dokter menjelaskan dengan sangat rinci  beserta gambar-gambarnya.   Mioma itu akan membesar bersamaan dengan besarnya janin.  Jika letak mioma itu menyulitkan jalan lahirnya janin, maka terpaksa jalan satu-satunya adalah operasi.    Mendengar kata “operasi”, aku langsung lemas dan terdiam seribu basa.  Dalam  hati yang terdalam, aku masih menginginkan kelahiran secara normal biar pun sesulit apa pun.

Sejak saat itu, aku sering termenung dan agak “melo”.   Hal itu disadari oleh suami dan ibuku. Mereka sangat menghiburku dengan mengatakan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, jika engkau minta kelahiran normal, pasti akan normal. Tetapi aku harus berdoa  memohon kepadaNya.

Tak ada jalan lain selain berdoa dan berserah.  Itulah yang kulakukan.  Selama bulan pertama hingga bulan ketujuh, tidak ada gangguan kehamilan yang membuatku terganggu. Namun, pada umur kehamilan memasuki ketujuh, aku  mendapatkan “morning sick”,  yang sangat mengganggu.  Aku selalu merasa tak enak badan, padahal aku harus bekerja dari pagi hingga sore.  Setiap kali makanan masuk, ingin ke luar lagi. Setiap sore,  badan sudah lemas, kupaksa makan sedikit, tetapi selalu ke luar lagi.  Akhirnya, aku tak tahan untuk tidak ke dokter. Dokter hanya memberikan vitamin-vitamin dan istirahat beberapa hari saja.

Menjelang umur kehamilan 8 bulan,  aku ikut senam hamil .  Dengan harapan yang membuncah aku dapat melahirkan dengan normal.  Walaupun aku sendiri tak yakin.
Hari Jumat jam 21.00 malam, ketika mulas sudah sering dirasakan, dan rasa takut ada sesuatu, aku langsung di bawa ke klinik bersalin.  Suster yang memeriksaku menyatakan bahwa itu baru pembukaan  4.   Harus menunggu sampai pembukaan 10 nanti dokter baru dipanggil. Padahal aku sudah merasakan kontraksi selama 10 menit dengan durasi 30 detik.  Semalam suntuk aku tak dapat tidur iap kali suster dipanggil, jawabannya adalah belum saatnya. 

Serasa pagi begitu lambat sekali, sayup-sayup aku mendengar suara suster menjawab telpon : “O, dokter sedang mengajar dulu, akan datang jam 11.00”.    Aku segera lemas bukan main, jadi masih menunggu 7 jam lagi.  Total  menunggu dan sakit itu sudah hampir 13 jam. Kondisi tubuhku sudah makin lemah dan lemas.  Ketika dokter datang pun, aku sudah dalam keadaan setengah tersadar.   Aku tak dapat menahan sakit yang luar biasa, ketika suara dokter terdengar :  “Ambilkan tang!” .   Begitu terdengar suara tangis bayi, mataku segera memandangnya dan airmata kebahagiaan itu mengalir.   “Bayi perempuan, ibu!” kata dokter dengan suara yang renyah.   Dia Normal dan cantik! Katanya menambahkan.

Hilanglah segala rasa sakit yang hebat digantikan dengan kebahagiaan dengan tangisan bayi mungil yang lahir ditarik sebuah  “tang” untuk dapat lahir ke luar.

Tulisan ini diikut-sertakan dalam Preganncy Story Writing Competition


1 komentar:

  1. selamat untuk kelahiran bayinya akhirnya bisa lahir normal ^^

    BalasHapus

Share
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...