MERTUA PEREMPUAN YANG BERJIWA BESAR

Cerita klasik yang sering terdengar bahwa menantu perempuan tidak cocok dengan mertua perempuan.  Mengapa tidak cocok?  Kedua-duanya sama-sama perempuan yang seharusnya mengenal dan memahami soal perempuan.  Tapi justru tak cocok.  Heran ngga?

Bagaimana aku bisa mengenal seorang mertua perempuan yang berjiwa besar?
Bagiku, yang tak pernah memiliki seorang mertua perempuan karena beliau sudah meninggal, aku sangat kagum dengan temanku yang usianya lebih tua dari padaku.

Sebut saja namanya, Ibu  Rina.   Ibu Rina berusia 85 tahun.  Ketika menikah dia tak pernah berpikir  bahwa suaminya meninggal secara mendadak dalam usia yang masih muda, 41 tahun.  Saat suami meninggal, dunia bagaikan kelam baginya.  Dia tak pernah bekerja, selalu bergantung kepada suami baik  untuk finansial maupun urusan rumah tangga sekecil-kecilnya.   Goncang hati dan hidupnya.

 Namun, dia tak bisa lama bertopang tangan. Bangkit dari rasa sedih dan kelamnya hati, dia menopang kehidupan keluarga. Satu-satunya tulang punggung anak-anaknya yang berjumlah empat orang.  Singkat kata, dengan banting tulang, dan penuh dengan perjuangan, satu-persatu anaknya berhasil dalam sekolah, dan berhasil dalam jenjang kariernya.  Bahkan bukan hanya berhasil secara duniawi, tetapi secara rohani pun berhasil menanamkan nilai-nilai hidup yang sangat langka dalam zaman yang penuh  tantangan ini.

Lalu, saya selalu penasaran kepada Ibu Rina, bagaimana peran ibu sebagai mertua perempuan yang sangat dikagumi oleh menantu-menantunya .

Berikut adalah tips yang beliau berikan kepada saya:
  1. Anakmu adalah titipan Tuhan. Engkau hanya bertugas untuk membesarkan dan tidak bertugas untuk mempengaruhi, mengatur kehidupannya. Hanya arahkan dan berikan motivasi yang baik, sesuai nilai imanmu terus menerus tanpa pernah berhenti.
  2. Ketika anakmu menikah, dia adalah milik orang lain, bukan milikmu lagi.  Jangan pernah menyesal atau mengingkari dirimu bahwa anakmu memiliki keluarga baru  dan membentuk keluarga baru untuk kebahagiaannya. 
  3. Kebahagiaan sebagai orangtua dan mertua, ketika engkau melihat adanya kebahagiaan yang tercipta dari keluarga anak-anakmu.  Sebagai orangtua dan mertua, kebahagiaan anak adalah satu-satunya kebahagiaan orangtua.
  4. Jalin dan bangun relasi dengan menantu  sebagai anak bukan sebagai menantu.  Jika engkau anggap menantu anak, artinya tidak ada perbedaan paradigma bahwa dia bukan anakmu. Jadikan menantu sebagai merasakan kebaikanmu, dia juga akan membangun relasi yang baik denganmu.
  5. Hiduplah mandiri tanpa harus selalu tergantung kepada  menantu dan anak.   Kehidupan keluarga baru memiliki kesibukan yang tak mungkin melayani kebutuhan kita. Kita harus punya  komunitas dimana kita bisa mencurahkan kesibukan sendiri.
  6. Bersikaplah tidak mencampuri urusan rumah tangga anak dan menantu. nilai baru yang mereka ciptakan bukan seperti yang kita anut . Walaupun kita sebagai orangtua pernah menanamkan, tapi sekarang mereka adalah manusia baru yang punya pengalaman dan nilai yang  mereka ingin jalankan sendiri.
Semua tip di atas, adalah sebuah wejangan dari seorang ibu dan mertua perempuan yang berjiwa besar.  Pengalaman baru yang saya rasakan bahwa seorang mertua perempuan yang lahir pada zaman Kartini memiliki pemahaman dan paradigma luas tentang keluarga , anak serta menantunya.  Mampu menjadikan dirinya sebagai orang yang dihargai, dihormati karena pemahaman dan nilai-nilanya yang selalu ditanamkan itu bukan hanya teori tetapi dijalankan dalam kehidupannya.

Kartini masa lalu, ada dalam jiwa dan perbuataan tante Rina.  Semoga cita-cita Kartini yang hidup dalam jiwa Ibu Rina ada di dalam semua perempuan Indonesia yang sebentar lagi akan menjadi mertua perempuan yang berjiwa besar.


Tulisan ini diikut-sertakan dalam Lomba Hari Kartini:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...