Bahagia melawan Egosentris dan kekhawatiran:

Kehadiran seorang anak yang didambakan di usia yang cukup kritis  merupakan karunia Tuhan.  Karunia yang sesungguhnya di luar dugaan melihat resiko besar kehamilan dan usia pada saat hamil.

Kehadiran Seorang putri  tunggal , menjadi  sesuatu yang  berharga .   Kami sangat mencintainya.  Namun, kami juga sadar bahwa kebahagiaan itu harus disertai tanggung jawab besar untuk mendidiknya di tengah keterbatasan umur dan finansial kami.


Selesai menamatkan Sekolah Menengah Atas, kami terus berusaha untuk  memberikan yang terbaik untuk anak satu-satunya.  Sesuai dengan passion yang sudah lama dikemukakan,  Dina (bukan nama sebenarnya), ingin sekolah di sebuah perguruan tinggi di luar negeri.  Mengapa pilihan ke luar negeri?  Berdiskusi panjang lebar dengannya, keuntungan dan keburukan serta kekhawatiran saya sebagai seorang ibu jika ia tetap memilih belajar di luar negeri.


Berbagai macam pertimbangan setiap aspek dalam pilihan perguruan tinggi . Akhirnya,  keputusan pun harus diambil.  Meskipun  resiko sudah dipikirkan dan dipertimbangkan. Persiapan yang matang baik itu secara mental, phisik maupun dokumentasi dalam rangka keberangkatannya.

Sebagai seorang ibu , ada pergumulan dan perjuangan batin melepaskan seorang anak perempuan yang dulunya selalu berada dekat di sisinya. Tapi harus berangkat ke luar dari sangkar aman di rumah, dalam genggaman seorang ibu dan ayahnya.


Dari hati yang terdalam,  sangat  berat ntuk melepaskan kepergian anak. Berbagai kekhawatiran, bagaimana anak dapat menghadapi tantangan jika dia sendirian.  Tidak ada seorang pun yang mendampinginya atau memberikan bantuan dalam waktu yang singkat.


Namun, dengan kekuataan untuk menatap masa depan anak, saya mengganggap kekhawatiran saya kadang berlebihan, bahkan ego manusiawi saya muncul.   Menatap masa depan anak, harus memandirikan dirinya untuk menghadapi tantangan hidup yang semakin besar.   Dunia luar , cakrawala luas perlu dijangkaunya.

Tetapi  keberanian saya untuk tak mengikuti ego bukan sesuatu yang mudah. Kekhawatiran .  Sebagai seorang ibu seorang anak tunggal terus membayangi . Akhirnya, saya membuat keputusan  dan tekad yang bulat bahwa  tantangan harus dihadapi anak demi kemandiriannya.  Masa depan dan tantangan ada di tangan anak bukan di tangan saya sebagai ibu.

Akhirnya,  saya benar-benar merasa menaklukan diri saya demi kepentingan dan masa depan anak dengan melepaskan dirinya untuk berangkat belajar ke perguruan tinggi di Melbourne.


Awal dari kepergiannya, saya merasakan rasa kehilangan, kesedihan yang timbul tiba-tiba.  Menampik perasaan itu perlu belajar kekuataan pikiran yang matang, jernih.

Ternyata, seorang teman baik saya yang juga memiliki seorang putri dan dua orang putra, datang kepada saya.   Dia mengatakan kepada saya :  “Saya kagum akan keberanianmu melepaskan seorang putri tunggal untuk belajar di luar negeri yang cukup jauh.  Hal ini menginspirasi saya untuk ikut memberanikan diri  melepaskan anak perempuan saya yang tadinya tinggal di rumah saya, sekarang tinggal di kos”.


Di balik keberanian saya itu ternyata menjadi inspirasi bagi seorang teman yang kebetulan latar belakang sama, punya seorang putri.  Inilah kekuatan bagi saya bahwa keputusan saya bukan hanya karena keegosentrisan seorang ibu tetapi demi masa depan seorang anak..




Tulisan ini diikut-sertakan dalam Lomba: 
 Words:  460



2 komentar:

  1. keren ci Ina,, good luck ya,,, saya juga sedang berusaha tegar tanpa adik krn harus bekerja di luar kota

    BalasHapus
  2. Terima kasih Susan. Akhirnya, setiap orang akan hidup sendiri. Tak perlu takut karena ada Tuhan yang menyertai kita.

    BalasHapus

Share
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...