Apabila penderita TB, juga pengidap HIV/AIDS utamanya terhadap ODHA maka akan menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan oleh adanya ko-infeksi antara HIV/AIDS dengan TB. Pengidap HIV/AIDS dari ODHA menjadi rentan karena sistem immunitasnya yang lemah, maka infeksi TB laten berubah menjadi TB Aktif.
Berikut adalah bagan diatas adalah untuk mempermudah pengertian tentang permasalahan TB-HIV. Sedangkan dibawah ini bagan Ko-Infeksi TB-HIV :
Apa yang dimaksud dengan ODHA?
ODHA adalah sebutan untuk orang-orang yang telah mengidap HIV/AIDS. Adapun gejala-gejala seseorang kemungkinan terjangkit HIV diantaranya adalah sebagai berikut :
• Rasa Lelah Berkepanjangan
• Sesak nafas dan batuk yang berkepanjangan
• Berat badan turun secara menyolok
• Pembesaran kelenjar (di leher, ketiak, lipatan paha) tanpa sebab yang jelas
• Bercak merah kebiruan pada kulit (kanker kulit)
• Sering demam (lebih dari 38 derajat Celcius) disertai keringat malam tanpa sebab yang jelas
• Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas
Pada awal-awal kasus terjangkitnya HIV, kebanyakan orang tersebut cenderung menunjukkan reaksi-reaksi keras seperti menolak hasil tes, menangis, menyesali dan memarahi diri sendiri, bahkan mengucilkan diri sendiri. Saat-saat seperti itu merupakan gejala psikologis yang justru dapat membuat orang tersebut semaikin terpuruk. Pembinaan terhadap ODHA diperlukan agar selanjutnya ODHA kembali melanjutkan hidup.
ODHA bukan berarti akhir. ODHA masih dapat bertahan hidup selama 5-10 tahun. Sekarang tinggal bagaimana ODHA itu sendiri mengisi hidupnya yang lebih berguna bagi diri sendiri.
Berikut adalah tips bagi pengidap ODHA agar menjalani hidup yang produktif dengan :
• Mengikuti diet tinggi akan protein dan kilojoule yang sehat
• Mengatur tingkat stress dan emosinya, misalnya dengan perilaku emosi dan spriritual yang sehat berimbang
• Seks yang aman, misalnya dengan menggunakan kondom agar tidak melakukan penularan
• Menjauhkan diri dari narkoba (drugs) , minuman keras, rokok
• Menjaga kesehatan makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian, dan badan
• Konsultasi ke dokter secara teratur
• Memilih pergaulan yang bagus
Data dari WHO tahun 2013 menunjukkan adanya peningkatan kematian dari pasien HIV/AIDS positf yang terinfeksi TB sebesar 7.5% . Jauh lebih besar dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 3.3%.
Berikut adalah bagan yang menunjukkan Resiko kematian bagi KoInfeksi HIV/AIDS Positif –TB :
Ancaman ini jika tidak dikendalikan maka akan terjadi kematian yang sungguh memprihatinkan.
Oleh karena itu Pemerintah dalam hal Kementrian Kesehatan telah membuat kolaborasi pencegahan untuk HIV AIDS-TB .
Kegiatan Kolaborasi HIV AIDS –TB :
1. Serangkain program Kegiatan HIV/Aids-TB dalam rangka pengendalian kedua penyakit tersebut di masyarakat Indonesia.
2. Mempercepat diagnosi dan membuka jaringan seluas-luasnya kepada kedua penyakit itu.
3. Kegiatan kolaborasi telah dimulai sejak 2007, disosialisasikan ke seluruh provinsi pada tahun 2008 dan dituangkan dalam Ketetapan Menteri Kesehatan No.1278 tahun 2009 : Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV Aids.
4. Sebagai acuan pelaksanaan, telah diterbitkan Buku Pelaksanaan Manajemen Kolaborasi HIV TB dan Buku Petunjuk Tata Laksana Klinik koinfeksi HIV-TB.
5. Tahun 2013, Pemkes No.21, 2009 penanggulangan HIV Aids, perhatian terhadap pasien untuk perceptan pemberian ARF bagi koinfeksi TB HIV.
6. Percepat diagnosis TB pada ODA, 17 Rumah sakit/fasyankes, alat test cepat berbasis PCR (mesin Xpert MTB/RIF) pada setiap provinsi memiliki satu alat.
7. Pada tingkat Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia merencanakan model layanan di beberapa lapas untuk penderita TB HIV.
Terdapat beberapa kendala dalam kolaborasi HIV/Aids-TB :
1. Meningkatkan jejaring pelayanan kolaborasi HIV/AIDS-TB di semua tingkat, komitmen politis, mobilisasi sumber daya manusia.
2. Adanya inisiatif dari petugas kesehatan untuk memberikan akses test HIV bagi pasien TB.
3. Percepat , akurasi untuk pasien yang terindikasi TB-HIV/AIDS dengan pelayanan/pengobatan optimal.
4. Memastikan pelayanan kepada pasien TB-HIV/AIDS dengan “one stop service”.
5. Monitoring dan evaluasi dari seluruh program kolaborasi HIV AIDS-TB.
6. Ekspansi pelayanan ke seluruh layanan kesehatan Indonesia.
Mari kita ikut sukseskan pengendalian epidemi HIV/AIDS-TB dengan partisipasi dalam sosialisasi agar tercapainya tingkat penurunan TB & HIV AIDS.
Posting ini diikutsertakan dalam Lomba "Temukan dan Sembuhkan Pasien TB"
Sumber referensi:
- www.tbindonesia.or.id
- www.stoptbindonesia.org
- www.depkes.go.id
- www.pppl.kemkes.go.id
- www.cdc.gov
- www.who.org
- www.kncvtbc.org
- www.fhi.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar